SEBUAH PESAN KEPADA SAHABAT DI PENGHUJUNG PERPISAHAN
- Aditya Wahyutomo
- Nov 30, 2018
- 1 min read

Kita di tepi dan ombak cukup tenang di penghujung senja. Mereka berharap kita untuk lebih menjorok. Tapi Saya baik-baik saja di sini. Membiarkanmu bahagia tampaknya adalah sebuah perpisahan termanis yang pernah mereka bayangkan nantinya. Sekaligus mereka akan mengutuk diri sendiri pernah berharap punya cerita lain tentang kita.
Kemudian, sejenak sebelum waktunya. Kau menjorok, menjauhiku.
Tak apalah, pikirku gelisah.
Bukan di sini rindu kita berawal.
Di tengah deru ombak, kita berbenah.
Merancang bekal mengemas asa dan cerita.
Mbak, mulai besok kita tak bersama.
dan jangan pernah kau salahkan dia yang merancang.
Kemudian kau melirikku. Tak perlu seluruh putaran.
Aku mengangguk, tanda setuju. Mungkin restu terakhirku.
Kini buih dari Pulau Natal sampai di penghujung jarimu, mencoba membelah
menilisik ke setiap lekukan yang ada mencoba paham penderitaan kita
membasahi semua wilayah yang kerap ku kecup di pagi hari
Usahamu untuk menahan mereka gagal
Buih itu mungkin masih harus menyapa jemari lain di Nias
Jangan egois,
kehendaknya.
Tak berkutik kita.
dan semakin larut,
Fajar meminta pulang. Lepas peduli ia jika kita tersesat di Gunung Kidul
Tapi saya menolak.
Selain angin dan krema fajar
Takda lagi yang sentuh indah wajahmu
Ingin ku tahan tarian rambutmu, agar tak menganggu pandanganmu
Angin marah, ia mengadu.
Meminta Tuhan agar kita berpisah lebih dini
Saya mengalah.
Saya tak berkuasa, ujarmu
yang sudah ketiga kali sejak burung terakhir bercicit
Menandai tak lagi ada penerusnya.
Tak mampu terucap kata
Pipimu terlanjur basah
dan semua terjadi
Terlalu egois saya meminta kau bertahan
pada Tuhan dan Bumi kau.
Sementara
di penghujung fajar
Jangan Menoleh!
Biar saya mundur perlahan
kembalilah ke kota jika kau lihat kereta hijau
ikuti, jangan berlari!
Nanti kalian berpisah di Imogiri
Mulai dari situ kau lupa akan bahagia denganku.
Comments