top of page

Mowgli: Kegelapan yang Tak Tergambar Disney

  • Writer: Aditya Wahyutomo
    Aditya Wahyutomo
  • Jan 2, 2019
  • 4 min read

Source: IMDB
Mowgli


Akhir tahun lalu, ketika Jakarta tengah diguyur hujan sejak sore, saya memutuskan untuk pergi ke Selewat Kopi. Dalam beberapa harap terlintas di kepala, ada baiknya menyelesaikan beberapa perkara sebelum tahun benar-benar berlalu. Salah satu perkara adalah lambatnya saya dalam menyelesaikan sebuah bacaan.


Adalah Lelaki Harimau karangan Eka Kurniawan yang hendak saya baca dan selesaikan malam itu. Masih ada beberapa jam, dan tinggal 20 halaman tersisa. Pasti bisa! Semalam sebelumnya saya sudah menyelesaikan 40 halaman, ini hanya setengahnya dan saya pasti bisa.


Tapi keteledoran merukapakan sahabat terbaik manusia yang penuh ambisi bukan? Buku tertinggal di taksi berwarna biru. Dan malam itu, Lelaki Harimau saya melaju dalam malam yang panjang menuju tambun. Tetesan hujan yang bertahan di jendela belakang hanya mampu menatap sedih kepada Lelaki Harimau saya. Sebuah takdir, ditinggal saat urusan kami belum tuntas.


Kekosongan dan rasa penyesalan mendalam menyelimuti. Satu lagi impian saya gagal tercapai di 2018, walau semua itu tak bisa menandingi pencapaian saya di 12 bulan yang sangat berharga. Seperti pisau yang sudah terasah, saya juga dengan mudah melupakan. Tahun baruan saya lalui dengan sebuah tugas baru, menghapus beberapa film di daftar watch list Netflix.


Pilihan jatuh pada Bandersnatch. Mudah selesai tanpa kejutan. Satu tugas terlampaui. Bird Box, kelar. Sesungguhnya saya sudah bosan dengan cerita penyintas di era akhir jaman. Lalu sebuah pilihan muncul. Mowgli: Legend of the Junggle.


Film ini sudah beberapa kali muncul di rekomenasi Netflix. Beberapa individu telah mengisahkan pengalamannya di selembar kertas ataupun sepintas tampilan di Instagram Story mereka. Saya paling apik untuk menghindari pendapat orang lain. Saya bersyukur memulai Mowgli dengan tanpa refrensi.


Rasa terkejut harus mengawali menit-menit awal ketika menonton Mowgli, bagaimana mungkin, sebuah hutan yang mampu dijangkau penduduk India dapat berbicara Bahasa Inggris dengan aksen british yang sangat kental. Ketika anda berada di posisi saya dan anda telah menonton banyak film, anda pasti akan langsung kenal dengan para pengisi suara.


Saya tak sepandai itu, yang saya perhatikan hanyalah aksen mereka yang saya yakin menandakan sesuatu. Mungkinkah ada kaitannya dengan penjajahan Inggris di India pada masanya? Tentu secara tak langsung ada. Saya sebelumnya tak tahu bahwa film ini bermula dari sebuah cerita karangan Rudyard Kipling. Sastrawan yang saya kenal dengan puisi If.


Kipling adalah seorang sastrawan yang hadir ke bumi di kawasan Bombay. Pria kelahiran 1865 ini memang sempat menempuh pendidikan di Inggris namun kemudian memiliki kesempatan untuk kembali ke India. Dalam karir menulisnya, Kipling berhasil meraih penghargaan Nobel di bidang sastra pada 1907.


Nah, dengan begini jelaslah sudah mengapa para pengisi suara beraksen Inggris. Tentu saja ini adalah sebuah bayangan Rudyard Kipling saat menulis.


Tak banyak film gubahan Netflix yang benar-benar berhasil. Saya juga tidak yakin dengan film ini karena saya belum pernah membaca cerita babon karangan Kipling secara langsung. Terlebih saya juga tidak suka dengan animasi campur live action yang selalu dipaksakan yang berakhir saya kurang fokus dengan jalannya cerita. Tetapi dalam film ini, ketidakfokusan saya dalam ketidaktepatan tersebut hilang. Saya terbuai dengan cerita yang ringan dan mengalir dan penuh dengan tekanan dari berbagai sisi.


Mowgli yang menjadi musuh bebuyutan seekor harimau bernama Shere Kan (pengisi suara oleh Benedict Cumberbatch) memiliki konflik pribadi yang cukup klise di awal. Mowgli seorang anak manusia harus dibersarkan oleh sekumpulan kawanan serigala yang mendapat pengawasan khusus dari seekor beruang dan seekor macan kumbang.


Masalah muncul bukan saat awal Mowgli masuk ke kawanan tersebut. Masalah yang benar-benar timbul adalah ketika Mowgli tumbuh dewasa dan harus menyesuaikan dengan kondisi sekitar. Mowgli memaksakan diri untuk menjadi seekor serigala namun morfologinya tak mendukung dirinya untuk mampu bertahan hidup layaknya serigala normal.


Masalah pengakuan belum juga usai, Mowgli akhirnya harus pergi memasuki pemukiman warga dan secara perlahan dapat berbaur. Di tengah kenyamanan Mowgli, muncul lagi pertanyaan mengenai identitas dirinya yang sesungguhnya. Sang kakak serigala tiba-tiba muncul. Meminta bantuan karena kawanan mereka terus ditekan oleh Shere Kan.


Mowgli yang sudah mulai terbiasa dengan kehidupan baru sebagai manusia mulai goyah. Apakah dia patut berada di kawasan manusia atau seharusnya ia kembali ke kawanan yang sempat mengucilkannya.


Dalam pembangunan karakter Mowgli di film ini tentu tak bisa dilepaskan dari sosok Bagheera (Christian Bale) dan Baloo (Andy Serkis). Adalah Baloo yang menjadi promotor agar Mowgli bisa beradaptasi dan diterima secara permanen dengan kawanan serigala. Sementara Bagheera adalah sosok yang cukup realistis menyadari Mowgli tak sepatutnya berada di hutan. Bagi Bagheera, perpisahan dengan Mowgli adalah suatu hal yang wajar jika akhirnya merupakan kehidupan yang lebih baik untuk si anak manusia.


Bagheera juga yang akhirnya datang memotivasi Mowgli ketika ia masih tak terbiasa dengan kehidupan manusia. Bagheera lah yang membuat Mowgli tersadar bahwa dirinya haruslah berada di lingkungan manusia.


Jika dibandingkan dengan The Jungle Book milik Disney, mungkin Mowgli adalah suatu hal yang baru. Mowgli benar-benar gelap. Jika Anda ingat bagaimana Batman Returns muncul dan dua film lanjutannya yang mampu membuat suasana menjadi sangat gelap dan suram, maka Mowgli nyaris seperti itu. Ini tak seceria gubahan milik Disney dan harus diakui sahabat terbaik perselisihan adalah tragedi dan kesuraman.


Film ini layak tonton. Sangat layak untuk mengolah emosi saudara-saudara sekalian. Mungkin jika The Jungle Book enak ditonton bersama adik, ponakan, dan calon adik ipar maka Mowgli cocok ditonton untuk anda yang tengah mencari jati diri atau yang sekadar ingin membuktikan tulisan ini.


Bagi Anda yang punya pengetahuan lebih mengenai karya Rudyaard Kipling ini boleh diinformasikan karena saya yakin tulisan ini masih banyak yang perlu diperbaiki.



Yorumlar


  • LinkedIn Social Icon
  • Black Facebook Icon
  • Black Instagram Icon

© 2023 by The Art of Food. Proudly created with Wix.com

bottom of page